Perencanaan (planning) pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menetapkan di
awal berbagai hasil akhir (end result)
yang ingin dicapai organisasi di masa mendatang. Menurut G. R Terry bahwa
perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan
dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Visi
merupakan gambaran tentang masa depan (future)
yang realistic dan ingin diwujudkan dalam waktu tertentu. Visi adalah
pernyataan yang diuncapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses
manajemen saat ini yang manjangkau masa yang akan datang. Sedangkan misi
merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan
penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan
yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi sehingga tercapai tujuan. Dengan kata lain, misi adalah
bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan
berbagai indikatornya. Sebuah organisasi harus menetapkan tindakan yang akan
diambil untuk mencapai tujuan yang dikejar, misi yang ingin dicapai,
mengrealisasikan visi, dan keyakinan yang harus dipenuhi.
Beliefs
adalah keyakinan tentang kebenaran visi dan kebenaran jalan yang dipilih untuk
mewujudkan visi. Sedangkan core values
adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi dalam perjalanan
mewujudkan visi. Core Values
memberikan batasan dalam pemilihan cara-cara yang ditempuh dalam perjalanan
mewujudkan visi. Core Values
membentuk perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi dalam perjalanan
mewujudkan visi organisasi.
Terkait dengan
hal tersebut, maka pembahasan akan difokuskan pada beberapa unsur
dalam proses perencanaan strategis, yaitu memformulasikan (merumuskan) visi,
misi, serta keyakinan (belief).
A. Visi
Langkah penting dalam proses
perencanaan strategis adalah mengembangkan deskripsi yang jelas dan ringkas
tentang organisasi atau komunitas harus seperti apa ketika berhasil
mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya. Deskripsi ini
harus menjadi visi keberhasilan organisasi. biasanya, visi keberhasilan ini
lebih penting sebagai panduan untuk mengimplementasikan strategi atau tindakan
bukan memformulasikannya.
Penggunaan kata visi, memang sering
salah kaprah. Di sebuah lembaga besar, katakanlah sebuah departeman pemerintah,
sering ditemukan banyak visi. Di tingkat menteri ada visi. Di tingkat
direktorat jenderal ada visi. Di tingkat direktorat ada visi. Lebih dari itu,
di tingkat subdirektorat pun ada visi. Padahal visi departeman semestinya hanya
satu dan berlaku untuk seluruh jajaran. Pada unit atau tingkat organisasi di
bawahnya, yang ada adalah tindakan untuk menuju visi atau yang sering disebut
misi. Bahkan, lebih operasional lagi, yang dipentingkan pada unit di bawahnya
adalah program dan tindakan untuk mencapai tujuan organisasi secara produktif
(Sudarwan Danim, 2008: 15-16). Vincent Gaspersz (2012: 3) menjabarkan visi
sebagai berikut:
1. Suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran
ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang.
2. Suatu penyataan komitmen bersama antara
manajemen puncak (top management) dan
semua tingkat dari organisasi yang akan merupakan rencana-rencana strategik
untuk mencapai visi dari organisasi itu.
3. Suatu penggabungan nilai-nilai dari setiap
orang dalam organisasi untuk menjadi bagian dari visi organisasi.
Visi adalah citra nilai dan
kepercayaan ideal. Dengan kata lain, visi merupakan wawasan luas ke masa depan
dari manajemen dan merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai oleh
perusahaan/organisasi di masa yang akan datang. Visi memberi arah dan ide
aktual kepada manajemen dalam proses pembuatan keputusan, agar setiap tindakan
yang akan dilakukan senantiasa berlandaskan visi perusahaan/organisasi dan
memungkinkan untuk mewujudkannya (Purwanto, 2012: 81).
Dari kedua pendapat diatas berarti
visi adalah kondisi ideal masa depan yang masih abstrak, tetapi merupakan
konsepsi keadaan yang diciptakan dan akan diwujudkan oleh seluruh anggota
organisasi dan sekaligus sebagai kerangka gambaran kondisi yang akan dicapai
organisasi di masa mendatang, sehingga setiap proses mengambil keputusan
menjadi terarah.
Visi merupakan suatu
pernyataan ringkas tentang cita-cita organisasi yang berisikan arahan yang
jelas dan apa yang akan diperbuat oleh perusahaan di masa yang akan datang.
Untuk mengujudkan visi tersebut maka perusahaan melakukan pengembangan misi
yang akan dijalani dalam tiap aktivitas. Vincent Gaspersz (2012: 3) memberikan karakteristik dalam merumuskan visi
yaitu;
1. Singkat
dan mudah diingat.
2. Diciptakan
melalui konsensus.
3. Memiliki
pengaruh dan menantang bagi orang-orang untuk berhasrat mencapai visi itu.
4. Deskripsi
dari keadaan ideal yang diinginkan.
5. Memberikan
arah dan fokus bagi organisasi dan manajemen.
6. Menarik
bagi karyawan, pelanggan dan takeholders.
7. Deskripsi
dari tingkat pelayanan, kualitas produk dan biaya yang diinginkan di masa
mendatang.
8. Bersifat
tetap sepanjang waktu, selalu up to date
(tidak usang).
Ray
Kroc (Vincent Gaspersz, 2012: 4) pendiri McDonalds
merumuskan visi dalam pernyataan yang singkat dan tegas, yaitu: “Quality, Service, Cleanliness, Value”.
Menurut Vincent Gaspersz (2012) proses visi didesain untuk memberikan struktur
penciptaan visi, yang pada dasarnya terdiri dari delapan langkah berikut:
1. Mengumpulkan
Input
2. Melakukan
Brainstorming
3. Menyeleksi
ide-ide yang terkumpul
4. Mengembangkan
Draft tentang pernyataan
5. Memperbaiki
Pernyataan Visi Perusahaan
6. Menguji
Kriteria
7. Memperoleh
Persetujuan Organisasi melalui Manajemen Puncak
8. Mengkomunikasikan
dan Melakukan Upacara Penetapan Visi Organisasi
Dengan
diterimanya visi organisasi itu, maka semua rencana strategik dan implementasi
dari rencana strategik organisasi harus mengacu kepada visi organisasi itu.
Suatu visi organisasi tanpa diikuti dengan rencana strategik dan implementasi
dari rencana strategik organisasi, hanya merupakan slogan dan impian yang tidak
akan pernah tercapai. Dengan demikian agar suatu visi organisasi menjadi
efektif, maka diperlukan transformasi visi (Visionary
Transformation).
B. Misi
Nisjar dan Winardi (dalam Danim,
2008: 26) mengemukakan bahwa misi merupakan deskripsi alasan bagi eksistensi
suatu organisasi, yang mencerminkan tujuan fundamentalnya. Menurut Purwanto (2012)
misi adalah dasar kegiatan atau peranan yang diharapkan masyarakat dari badan
usaha. Misi merupakan hal-hal yang melegitimasi keberadaan badan usaha, suatu
citra badan usaha. Sedangkan Vincent Gaspersz (2012) mengemukakan bahwa misi
merupakan:
1.
Suatu pernyataan singkat dan menyeluruh tentang manfaat dari suatu
organisasi.
2.
Suatu alat yang sangat bernilai dalam mengarahkan, merencanakan,
dan menerapkan usaha-usaha dari organisasi.
3.
Bagian dari identitas organisasi, mencakup semua dan jarang
berubah, serta menjadi rasional untuk keberadaan atau kehadiran dari
organisasi.
Dengan kata lain, misi adalah deskripsi
tentang apa yang hendak dicapai dan untuk siapa yang menjadi tujuan fundamental
dan unik yang menunjukkan perbedaan suatu organisasi dengan organisasi lain
yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan (scope) organisasinya.
Dari pengertian tersebut, Vincent Gaspersz memberika kriteria penting yang tidak dapat dilupakan dalam
merumuskan misi suatu organisasi, yaitu:
1. Menyatakan alasan-alasan tentang keberadaan
dan organisasi.
2. Mengidentifikasi manfaat keseluruhan
untuk kehadiran atau keberadaan dari organisasi.
3. Mengidentifikasi kebutuhan dasar
atau persoalan nyata yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh organisasi.
4. Mengidentifikasi pelanggan (internal
dan eksternal) dari organisasi.
5. Membantu mengidentifikasi ekspektasi
pelanggan dan tankeholders,
persyaratan-persyatan yang harus dipenuhi, proses-proses dan sumber-sumber daya
yang digunakan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan itu.
6. Tidak menyatakan suatu hasil
7. Tidak ada batas waktu atau
pengukuran
8. Memberikan basis untuk pembuatan
keputusan tentang alokasi sumber-sumber daya dan penetapan tujuan yang tepat.
Unsur-unsur misi tersebut selayaknya
dinyatakan sebagai keyakinan untuk sungguh-sungguh dilaksanakan oleh
organisasi, tidak hanya sebagai semboyan tanpa makna. Oleh karena banyak hal
yang perlu diketahui oleh masyarakat yang dilayani, rumusan misi tidak dapat
terdiri dari satu kalimat atau pernyataan singkat saja.
Merumuskan misi organisasi terkadang dianggap
mudah, tetapi kesulitannya lebih banyak ketimbang gampangnya. para pengambil
keputusan strategik sering mampu merumuskan misi itu dengan baik, tetapi segera
timbul kesulitan dalam mengkoordinasikan tindakan-tindakan manajerial. Inilah
peranan kritis dari berbagai organisasi karena banyak organisasi yang gagal
merealisasikan misinya. Misi, karenanya harus mendarat lebih dahulu dalam hati
semua orang yang bekerja dalam organisasi itu. Jadi apabila dikatakan bahwa
salah satu misi dalam lembaga pendidikan adalah meningkatkan kualitas, maka
seharusnya semua orang yang terlibat dalam proses itu memahami sungguh-sungguh
apa yang dimaksud dengan meningkatkan kualitas itu dan senantiasa berusaha
menuju ke sana, sementara manajemen puncak harus pula komit untuk
mempertahankan tekad itu.
Terkait dengan hal tersebut, pada dasarnya misi
dibuat untuk jangka waktu tiga sampai lima tahun dan dapat berubah. perubahan itu
bisa dilakukan jikalau terjadi perubahan penting dalam lingkungan, misalnya ada
peluang yang harus dikejar, ada ancaman, atau tantangan yang sangat berarti.
Bisa juga terjadi perubahan apabila manajemen baru menghendakinya. Misi juga
dapat bertahan bertahun-tahun tanpa ada perubahan, yaitu jika kondisi
lingkungan dan pihak-pihak terkait masih menghendaki demikian. Jadi misi
bukanlah dogma yang tidak bisa berubah.
C. Keyakinan
Keyakinan itu penting, tetapi
itu akan berarti jika dari pernyataan tidak hanya tergantung di dinding. Selanjutnya,
apakah hiasan dinding seperti itu dikembangkan oleh "komite
yang mewakili semua pemangku kepentingan dalam masyarakat" atau diciptakan satu malam
oleh
pengawas. Sampai keyakinan
itu dipandang sebagai kondisi kesediaan untuk seolah-olah
bertindak. Sampai keinginan ini
tertanam jauh di dalam budaya organisasi dan hati setiap orang yang
terlibat, pernyataan
kepercayaan akan membuat sedikit perbedaan. Sama pentingnya dengan
itu adalah untuk mengembangkan
pernyataan kepercayaan untuk
memandu pengembangan strategi,
bahkan lebih penting untuk mengembangkan strategi untuk memastikan
bahwa keyakinan, perhatian
dan komitmen dari semua orang sehingga keyakinan itu menghasilkan visi yang
direalisasikan.
Sementara Anthony Robbins (dalam Pratikno, 2009) menjelaskan
bahwa, "Belief is nothing but a state,
an internal representation that governs behaviors". Ia dapat bersifat
memberdayakan (empowering belief),
tapi juga dapat `memperlemah' (disempowering
belief). Dan, seorang bernama Robert Danton (dalam Pratikno, 2009) pernah
menegaskan bahwa, sebuah keyakinan adalah apa yang secara personal kita ketahui
atau kita anggap benar, sekalipun orang lain tidak menyetujuinya. Hal terakhir
ini menunjukkan sifat subjektif dari belief
seseorang.
Dalam kaitannya dengan perencanaan
organisasi, sebuah keyakinan dapat bersifat memberdayakan bila ia menuntun kita
untuk melihat kemungkinan (possibility)
untuk dapat berhasil atau mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, ia juga dapat memperlemah
jika kita tidak yakin terhadap kemungkinan peluang tercapainya tujuan tersebut.
Artinya, bila kita yakin bahwa kita tidak akan bisa berhasil, maka disempowering belief ini membuat kita
malas melaksanakan atau mengimplementasikan visi dan misi yang telah ditetapkan.
Sebaliknya, jika kita yakin dapat merealisasikan visi dan misi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, maka empowering
belief ini akan menjadi semacam sumber energi luar biasa yang membuat kita
mampu bertekun dan bekerja keras untuk mencapai apapun tujuan yang telah kita
tetapkan dalam hati. Darimana sebuah keyakinan muncul? Robbins (dalam Pratikno,
2009) menyebutkan lima sumber, yakni:
1. lingkungan
sekitar (environment),
2. peristiwa-peristiwa
yang terjadi di sekitar kita (events),
3. pengetahuan
(knowledge),
4. hasil-hasil
masa lalu (our past results), dan
5. creating in your mind of the experience
you desire in the future as if it were here now
(semacam visi yang seolah-olah berlangsung sekarang).
Dalam
pengertian di atas, sebuah belief
ikut membentuk sikap atau perilaku, yakni suatu pola berpikir (kognitif) dan
pola berperasaan (afektif) yang kemudian dinyatakan dalam perilaku tertentu (behavior). Dan dalam arti yang
dijelaskan Robbins bahwa belief memiliki kesamaan pengertian dengan apa yang
disebut Stephen Covey, pengarang The 7
Habits of Highly Effective People, sebagai paradigma atau peta mental.
Baik
Robbins maupun Covey sepakat bahwa belief
atau paradigma yang kita anut/miliki, dapat kita ubah, kita geser, atau kita
perbaiki agar lebih berkesesuaian dengan fakta kehidupan (`kebenaran'). Akan tetapi
hal itu tidaklah mudah dilakukan. Kebanyakan kita malas atau bahkan takut
menerobos batas-batas keyakinan yang kita miliki, apalagi bila keyakinan itu
juga dianut oleh sebagian besar orang di lingkungan kita (keluarga, sekolah,
masyarakat, dsb).
Menurut Anthony Robbins keyakinan
dalam organisasi dapat menjadi dibagi dalam keyakinan yang memberdayakan ( empowering
belief ) dan keyakinan yang membatasi (disempowering belief).
Berikut
contoh empowering belief :
1.
banyak
orang sukses maka saya juga bisa;
2.
saya
memiliki kekuatan untuk mencapai outcome;
3.
memiliki
kekayaan itu baik;
4.
mendapatkan
uang itu mudah dengan cara tertentu; dll.
Sedangkan
contoh disempowering belief :
1.
saya
terlalu muda untuk sukses;
2.
orang
kaya itu jahat, sehingga saya tidak perlu kaya;
3.
saya
memiliki banyak kekurangan untuk sukses;
4.
sukses
itu perlu modal besar; dll.
Anda sekarang tentu setuju bahwa
keyakinan yang memberdayakan adalah yang mendukung Anda mencapai outcome, sebaliknya keyakinan yang
membatasi akan menghambat bahkan melakukan sabotase terhadap Anda. Namun
seringkali banyak orang tidak menyadari dalam dirinya apa saja yang menjadi empowering belief dan apa saja yang disempowering belief. Semuanya terkesan
berjalan secara otomatis tanpa dapat dikendalikan.
D. Hubungan Visi,
Misi, dan Keyakinan
Visi merupakan suatu proses yang
menggambarkan serangkaian kegiatan perencanaan dan penetapan tujuan secara
tertulis. Dan misi adalah alasan keberadaan suatu lembaga. Untuk mewujudkan
visi, maka dibutuhkan misi. Keyakinan adalah apa yang secara personal kita
ketahui atau kita anggap benar. Artinya, keyakinan
menetukan usaha setiap anggota organisasi untuk melaksanakan atau
mengimplementasi visi dan misi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Karena keyakinan menjadi semacam sumber energi luar biasa yang membuat kita mampu
bertekun dan bekerja keras untuk mencapai apapun tujuan yang telah kita
tetapkan. Betapa
pun hebatnya suatu visi dan misi bila tidak diimplementasikan tentu saja hanya
sekedar pajangan dan impian yang tidak akan bermakna.
Karena itu, kemampuan stakeholders dan setiap anggota organisasi lainnya menumbuhkan
keyakinan dalam diri setiap insan terkait bahwa mereka akan mampu mengimplementasikan
visi dan misi agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Kenyataannya menumbuhkan
keyakinan pada setiap anggota organisasi tidak mudah dilakukan.
Refrensi
Danim, Sudarwan. (2008). Kinerja
Staf dan Organisasi. Bandung: Pustaka Setia.
Gaspersz, Vincent. (2012).
All-in-one Strategic Management. Bogor: Vinchristo Publication.
Pratikno, Ananto. (2009). Keyakinan.
(Online). http://www.mail-archive.com. Diakses tanggal 19 Maret 2013.
Purwanto, Ivan. (2012). Manajemen
Strategi (Pedoman jitu dan efektif membidik sasaran perusahaan melalui analisis
aspek internal & eksternal). Bandung: Yrama Widya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar